Senin, 07 Mei 2018

MATERI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI LANSIA DAN SUMBANGSIH BAGI PAK LANSIA

No
Materi
Ulasan Singkat
Sumbangsih
Sumber
1.
Memori
Penelitian menunjukkan bahwa gudang daya tamping memori memuncak pada waktu usia sekitar 20 tahun. Meski, orang berusia lanjut memiliki daya ingat “fluid intelligence” (kecepatan mengolah info untuk memori jangka pendek) berkurang, namun daya ingat “crystallized intelligence” (kecakapan mengi-ntegrasikan info untuk memori jangka panjang) justru meningkat. Tuhan menciptak-an manusia dan memperlengkapinya dengan sistem memori yang sangat canggih.
Sekalipun memang tidak dapat dipungkiri semakin tua umur seseorang, maka daya ingatnya akan menurun, namun sebenarnya sem-akin tua seseorang maka daya ingat jangka panjangnya akan meningkat. Ini menolong para lansia untuk semakin mempergunakan memori mereka dengan sebaik-baiknya. Dan tidak berhenti berusaha untuk semakin mengasah kemampuan mengingatnya.
Andar Ismail, Selamat Menabur, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 4-7.
2.
Apa Orang Berusia Masih Bisa Belajar?
Usia 45-70 tahun tidak berkurang kecerdasannya. Namun banyak yang fungsi otaknya menurun. Karena itu belajar adalah kegitan seumur hidup. Belajar tidak harus formal, bagi lansia belajar bisa dengan mengikuti ceramah, pembinaan, lokakarya, seminar, PA, dan lainnya. Cara belajar paling praktis adalah membaca buku.
Belajar tidak dibatasi oleh umur. Para lansia ternyata memiliki kecerdasan yang stabil. Oleh karena itu, semakin tua seharusnya sese-orang semakin giat belajar, bukan malah bermalas-malasan di rumah. Sekalipun fisik dayanya telah menurun, para lansia dapat tetap belajar, misalnya sambil mengisi waktu luang dengan membaca buku-buku yang ber-manfaat.
Andar Ismail, Selamat Menabur, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 67-70.
3.
 Membuahkan Masa Lalu
Membuahkan masa lalu berarti kita mengintegrasikan apa yang dulu terjadi dengan apa yang sekarang bisa kita lakukan. Kita memetik hikmah dari suka duka masa lalu. Kita menjadikan masa lalu berguna baik untuk kita sendiri maupun orang lain dan generasi berikutnya. Salah satu unsur PAK Lansia ialah menolong lansia bukan hanya untuk mensyukuri, melainkan juga membuahkan masa lalu.
Masa lalu bukanlah sesuatu yang harus menjadi konsumsi pribadi setiap orang. Melainkan melalui pengalaman masa lalu, para lansia diajak untuk bisa membuahkan hal tersebut, dan menjadi sebuah pengajaran juga bagi orang-orang disekitarnya. Bagaimanapun guru yang paling bijak adalah pengala-man kita.

Andar Ismail, Selamat Berbuah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 57-60.
4.
Masih Berbuah Sampai Tua?
Orang berusia lanjut masih bisa berkarya dan berprestasi sekalipun banyak mengalami penurunan. Mereka masih bisa berbuah, asalkan berganti kemampuan dan kesempatan. Dulu kuat badan, kini kuat budi, badan melemah, iman menguat, dulu memakai kekuasaan, kini kebijakkan. Berbuah sampai tua bertujuan agar kita bersaksi dengan kata dan perbuatan kepada generasi muda bahwa Tuhan itu baik dan benar.
Menjadi buah yang baik bagi dunia tidak dibatasi oleh umur. Semua orang sampai akhir hidup-nya tetap harus berbuah. Berbuah tidak diukur dari seberapa besar tindakan yang kita buat, dan men-gubah dunia. Melainkan hal itu bisa dimulai dari hal-hal terkecil yang sering ada disekitar kita. Biarlah melalui hidup yang diberi Tuhan, para lansia mampu tetap menjadi saksi Kristus.
Andar Ismail, Selamat Berbuah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia) 132-135
5.
Warga Usia Lanjut
Para lanjut usia dalam banyak hal bergantung pada orang lain. Mereka perlu dibantu untuk melakukan banyak hal. Salah satu wadah yang diberikan ialah panti werda. Cara gereja mengelola panti werda merupakan barometer kesaksian tentang bagaimana sikap gereja terhadap para lansia. Namun, gereja pun harus meluruskan kembali pengertian yang salah bahwa panti werda hanya untuk orang miskin atau jompo, melainkan merupakan sarana yang menolong para lansia untuk tetap mampu bertumbuh.
Tidak dapat dipungkiri dalam banyak hal para lansia sangat membutuhkan pertolongan orang lain. Pertolongan itu dapat diberi-kan melalui keluarga atau kerabat. Namun tidak sedikit lansia menje-lang masa tua harus hidup sendiri, karena berbagai hal yang tidak memungkinkan dari kerabat untuk berada di sisinya. Panti werda se-benarnya wadah untuk menolong para lansia agar tidak merasa sen-diri dan kosong. Melainkan meno-long lansia agar mengisi waktu-waktu hidupnya dengan aktif.
Andar Ismail, Selamat Berkiprah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 31-34.
6.
Bersambung
Orang yang sedang menghadapi kema-tian biasanya diliputi semacam perasaan kehi-langan. Baik dalam hal kerabat, mobilitas, pekerjaan, tenaga, dan pasangan. Apabila kematian dilihat sebagai tamatnya hidup, ini adalah salah. Rasul Paulus mengatakan bahwa hidup kita tidak tamat melainkan bersambung setelah kematian (2 Kor. 5:8). Hidup kita bersambung bersama-sama dengan Kristus.
Melalui materi ini perlahan-lahan para lansia dipulihkan perse-psinya tentang kematian. PAK mengabarkan kepada lansia agar mulai melihat kematian bukan sebagai akhir segala sesuatu. Melainkan tetap ada kehidupan setelah kematian, yakni kehidupan bersama dengan Kristus.
Andar Ismail, Selamat Berkiprah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 35-37.
7.
Nenek Tuhan Yesus
Memang tidak ada keterangan dalam Alkitab tentang nenek Tuhan Yesus. Namun tidak salah jika kita berimajinasi. Karena setiap orang juga punya nenek. Seorang nenek pasti merupakan bagian dari kenangan masa kecil setiap orang. Seorang nenek pasti memiliki peran besar di dalam proses pembentukan hidup setiap orang.
Sangat tidak menutup kemu-ngkinan Kristus memiliki seorang nenek. Imajinasi ini diperuntuk-kan agar para nenek yang adalah lansia menyadari bahwa di dalam setiap kehidupan orang selalu ada nenek yang memiliki peran.
Andar Ismail, Selamat Berkiprah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 38-41.
8.
Membarui Hubungan
Menantu-Mertua
Perang dingin antara mertua-menantu perempuan rawan terjadi pada golongan usi 30-40 tahun menantu dan 60-70 tahun mertua. Salah satu penyebabnya ialah karena merasa kurang dihargai. Padahal merasa kurang dihargai adalah penilaian diri kita sendiri. Mulailah merubah konsep diri menjadi “aku orang yang bisa menghargai”. Seseorang harus mengenal citra dirinya dengan baik.
Ini merupakan hal yang sering terjadi di dalam hubungan keluar-ga. Apabila ini terjadi di dalam salah satu kehidupan para lansia yang mengikuti PAK, mereka harus menyadari bahwa permasalahan yang sesungguhnya adalah terjadi di dalam diri mereka sendiri. Apabila seseorang memi-liki citra diri yang buruk, maka besar kemungkinan relasinya dengan sekitar juga buruk.
Andar Ismail, Selamat Membarui, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 38-41.
9.
Membarui Sadar Kematian
Sadar kematian berbeda dengan tahu tentang kematian. Berbeda juga dengan cepat-cepat ingin meninggal. Sadar kematian adalah jujur terhadap diri sendiri dan mau berpikir tentang kematian, mau membaca perenungan tentang kematian, dan mau membicarakan kematian. Sadar kematian adalah sikap engah bahwa maut bisa merenggut nyawa. Sadar kematian adalah sikap realistis bahwa meskipun maut diharapkan masih jauh, namun pada kenyataannya bisa berada sangat dekat. Sadar kematian adalah sikap antisipasif dari dampak kematian. Sadar kematian adalah sikap celik terhadap arti kehidupan. Sadar kematian adalah sikap siuman bahwa kita harus mempertan-ggungjawabkan kepada Tuhan apa yang telah kita perbuat di dalam hidup ini. Orang yang sadar kematian adalah orang yang bijaksana dan berbudi (Mzm. 90:12).
Sadar kematian sangat diperlu-kan bagi semua orang. Para lansia melalui sadar kematian bukan untuk menjadi takut, melainkan menjadi semakin mengerti bagaimana seharusnya ia hidup agar berkenan di hadapan Tuhan. Sadar kematian ini harus terus-menerus terjadi setiap hari. Melalui ini PAK menolong para lansia agar mulai memiliki persepsi yang kembali baik terkait seperti apa seharusnya kita melihat kematian itu. Kematian yang akan datang seharusnya bukan malah menakut-nakuti, melainkan menya-darkan akan peran hidup sebagai orang Kristen.
Andar Ismail, Selamat Membarui, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 79-82.
10.
Bisa! Tidak Bisa! Tuhan Bisa!
Setiap orang mempunyai babak-babak percaya diri dalam hidupnya. Babak pertama kita merasa paling bisa, ambisius, kuat, dan bisa melakukan apapun dalam segala hal. Namun babak kedua, ketika kita gagal maka kita akan merasa trauma. Rasa takut akan jatuh untuk kedua kalinya, kecil hati, dan ekstra hati-hati. Tetapi pada babak ketiga kita menjadi lebih bijaksana, kita bertumbuh menjadi mantap dan tenang. Mulai merasakan bahwa Tuhanlah yang berkarya melalui diri kita. Pada babak pertama kita hidup dalam angan-angan, pada babak kedua dalam mimpi buruk, tetapi pada babak ketiga dalam pengharapan.
Babak-babak ini adalah hal yang wajar terjadi kepada setiap orang. Tanpa disadari ini terjadi kepada setiap kita dan tidak menutup kemungkinan untuk para lansia. Namun yang perlu diingat, babak-babak ini tidaklah ditentukan oleh usia seseorang. Belum tentu semakin tua ia semakin bijak. Oleh karena itu, PAK hendak menolong para lansia agar mereka menyadari akan babak-babak ini dalam hidupnya. Jangan sampai mereka masih berada di dalam babak pertama dan kedua, dan tidak pada babak ketiga.
Andar Ismail, Selamat Berkarya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 25-27.
11.
Pensiun Itu Menakutkan
Pensiun memang mencemaskan, baik dalam aspek ekonomi, psikologi, sosial, dan lainnya. Permasalahan utama ialah rasa hampa. Pension memang dapat menjadi suatu krisis yang menimbulkan sindrom dan kompleks. Secara fisik dan finansial kita mungkin berkurang, namun sebenarnya sangat memu-ngkinkan secara emosional dan spiritual kita bisa bertambah. Pola pikir kita bisa menjadi integrative, yakni mampu mengintegrasikan masa pensiun dengan masa kerja yang telah kita tuntaskan dengan baik. lalu mensyukuri perjalanan karir itu sebagai pemberian Tuhan. Kemudian menjadi generatif, yaitu mampu mengakui bahwa kesempatan berkarya telah kita beroleh, dan kini kita menyiapkan generasi berikutnya. Kita mendapat giliran berbakti.
Banyak hal positif yang sebenarnya dapat dipetik oleh para lansia/pensiunan ketika mereka harus pensiun. PAK menolong para lansia yang adalah pensiunan untuk mengatasi rasa takut yang berlebihan karena pensiun, dan menjadi semakin bijak dalam menyikapi pensiunnya mereka.
Andar Ismail, Selamat Berkarya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 65-69.
12.
Dicari Yang Berpengalaman
Kepandaian dan kekuasaan belum segala-galanya. Mereka belum tentu berpengalaman. Apa yang kita kerjakan baru menjadi pengalaman diukur dari kemampuan kita untuk menarik pelajaran dari pengalaman itu. Hidup yang bermutu menghasilkan penga-laman. Pengalaman menghasilkan sikap bijak dan berhati-hati serta mempertimbangkan segala sesuatu secara tenang dan matang.
Pengalaman itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari usia sese-orang. Semakin tua seharusnya semakin bijak dan mampu meng-gunakan setiap pengalamannya dengan bijak. PAK hendaklah menyadarkan para lansia agar mereka merefleksikan, apakah semakin bertambah usia mereka, mereka semakin bijak dan telah menjadi berkat.
Andar Ismail, Selamat Berkarya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 70-72.
13.
Seksualitas dan Intimitas
Sikap orang lanjut usia terhadap seksualitas berbeda dengan orang muda. Mereka kurang aktif. Perubahan ini ada dalam perubahan biologis, perubahan dalam hubungan sosial, pengharapan dan norma masyarakat dan menumpuknya pengalaman hidup serta integrasinya dalam sejarah pribadi. Cameron mengemukakan bahwa orang lanjut  usia disbanding dengan orang muda merasa kurang mempunyai perhatian terhadap seksua-litas, kurang mampu dan aktif.
Berbicara soal seks kepada para lansia seharusnya bukanlah hal yang tabu. Bagaimana pun para lansia juga perlu mengetahui seperti apa perkembangan seksua-litas mereka berdasarkan perkembangan psiko-logi mereka. Dan PAK hendaklah memberikan pengetahuan ini tetap di dalam terang firman Tuhan.
F.J. Monks – A. M. P. Knoers, Siti Rahayu Hadinoto, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Gadjah Mada University), 347-350.
14.
Tua Namun Tak Renta
Disadari atau tidak, orang-orang lanjut usia juga mempunyai peranan sangat besar dalam kehidupan orang-orang muda. Melalui keteladanan, kehadiran, juga melalui doa-doanya, bahkan merasa mereka merupakan anugerah Tuhan dalam hidup. Selama seseorang itu masih bisa bernapas, selama itu pulalah ia masih bisa menjadi saluran berkat Tuhan bagi sesama.
Para lansia melalui materi ini haruslah semakin melihat bahwa keberadaan dirinya merupakan suatu anugerah bagi orang-orang sekitar-nya. Dan PAK menolong para lansia, agar mereka menyadari kehadiran mereka harus tetap menjadi berkat, sekalipun usia mereka sudah tidak muda lagi.
Ayub Yahya, 100 Renungan Hidup Berkemenangan, (Jakarta: HODOS), 299-301.
15.
Menghitung Hari
Kalau kita menganggap kematian sebagai sesuatu yang masih jauh, maka kita bisa jatuh pada hidup lamban dan menunda-nunda. Kita menjadi orang yang mengeja kekuasaan, kekayaan, dan kehormatan. Janganlah berfikir bahwa kita akan selamanya hidup di dunia. Hidup ini adalah singkat (Yak. 4:14). Tidak terasa kita telah melewati masa kanak-kanak, remaja, muda, dan sekarang sudah tua. Hidup terlalu singkat untuk diisi dengan hal-hal yang tidak berguna. Kalau kita menjalani hidup ini dengan sebaik-baiknya, kita tidak perlu takut akan kematian.
Hidup adalah singkat, dan ini harus disadari oleh semua  orang. Beberapa para lansia pasti sudah ada yang menyadari ini, namun sering juga masih ada yang ingin mengejar kesenangan duniawi. Takut mati karena dunia ini sangat menyenangkan mereka. Melalui materi ini PAK memberi kekuatan kepada para lansia agar kembali menyadari bahwa hari-hari yang kini mereka jalani hendaklah diisi dengan hal-hal yang bermakna.
Ayub Yahya, 100 Renungan Hidup Berkemenangan, (Jakarta: HODOS), 153-155.
16.
Menjemput Kematian
Kematian adalah sesuatu yang tidak terelakkan. Membicarakan dan memikirkan kematian sebenarnya baik dan perlu. Namun, yang harus diingat ialah kematian bukanlah akhir segala-galanya. Kematian merupakan awal dari kehidupan yang baru. Ini akan menjadi bagian kita apabila kita beriman; berusaha mempertahankan iman kita dari segala bentuk tantangan dan tekanan; berusaha menjaga kemurnian iman kita dari segala cobaan. Ada pengharapan akan hidup setelah kematian. Segala jerih lelah kita dalam iman dan kebenaran tidak akan sia-sia.
Kematian seharusnya bukan-lah hal yang menakutkan lagi bagi orang-orang percaya yang telah diselamatkan Kristus. Kematian adalah akhir dari penderitaan dan tugas di dunia ini bagi orang-orang percaya. Para lansia melalui materi ini ditolong untuk melihat kematian sebagai sebuah keuntu-ngan, layaknya rasul Paulus melihat hal itu.
Ayub Yahya, 100 Renungan Hidup Berkemenangan, (Jakarta: HODOS), 174-176.
17
Om dan Tante Kho
Yang hendak diangkat dalam tulisan ini adalah masa lanjut usia Om dan Tante Kho. Mendekati dan memasuki usia 90 tahun, mereka masih mandiri. Meskipun anak dan menantu membuka pintu dan mempersilahkan mereka tinggal bersama, kakek dan nenek ini memilih untuk tinggal berdua di rumah sendiri. Om dan Tante Kho bertekad sedapat mungkin hidup mandiri di rumah sendiri. Hubungan mereka dengan anak dan menantu sangat erat. Hubungan erat memang tak usah berarti saling mengikat. Jalan hidup Om dan Tante Kho merupakan kesaksian nyata bahwa pada masa usia lanjut kita perlu berkerabat dekat dan erat, namun tidak usah mengikat dan terikat.
Materi pembelajaran PAK ini cukup berbeda. Para lansia diajak belajar melalui kesaksian hidup orang lain. Tak ada salahnya. Melalui kesaksian hidup Om dan Tante Kho ini, para lansia kini diajak untuk melihat kembali realitas hidup. Sekalipun mereka perlahan-lahan akan berpisah rumah dengan anak-anak, namun jangan sampai ini menjadi celah untuk renggangnya hubungan kekerabatan antara orang tua dengan anak dan menantu.
Andar Ismail, Selamat Berkerabat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 50-53.
18.
Hari Lawat Kerabat Sedunia
Tiap tanggal 18 Mei dirayakan sebagai World Visit Your Relatives Day atau Hari Lawat Kerabat Sedunia. Maksudnya ialah agar kita mengingatkan diri untuk memelihara, memperbaiki dan memperbarui hubungan kita dengan para kerabat. Baik dengan anak, orang tua, sepupu, sahabat, rekan kerja, dan lainnya. Kita dan para kerabat adalah ibarat dahan-dahan pada satu pohon. Ada yang sudah tua dan ada yang baru muncul. Berkerabat membuat kita teringat kembali akan akar-akar masa lalu kita. Kita jadi mensyukuri masa lalu. berkerabat memperkaya kepribadian kita
Semua orang pasti memiliki kerabat, namun banyak orang pun masih memiliki orang-orang yang dianggap sebagai musuh. Melalui materi ini para lansia diajak untuk bisa memelihara kekerabatan sebaik mungkin. Mereka meru-pakan bagian yang penting di dalam sebuah hubungan kekerabatan. Dan mereka pun harus mampu menjadi orang yang membuat relasi kekerabatan menjadi hangat dan harmonis.
Andar Ismail, Selamat Berkerabat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 70-74.
19.
Bersama dan Berakhir
Posisi kita dalam kebersamaan dan keke-rabatan memang dibatasi oleh waktu. Namun keterbatasan itu justru membuat kita menghar-gai kesempatan dengan sebaik mungkin untuk mendatangkan manfaat bagi kebersamaan dan lingkungan kita.
Segala sesuatunya di dalam dunia ini terbatas dan ada waktunya untuk berakhir. Begitu pula dengan kekerabatan. Melalui kesadaran akan hal ini, para lansia harus mulai melihat bahwa kesempatan menjalin kekerabatan sekarang ini adalah anugerah Tuhan yang harus dilewati dengan baik.
Andar Ismail, Selamat Berkerabat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 125-127.
20.
Cinta Penyandang Demensia
Demensia secara umum adalah keku-rangan atau kemerosotan berbagai kegiatan berpikir karena gangguan atau kerusakan pada otak. Persoalan tentang demensia hampir tidak pernah dibicarakan di dalam gereja. Penyan-dang demensia berat tidak bisa tahu apa yang dia yakini dan percayai tentang Tuhan. Para penyandang demensia berarti kehilangan ingatan, namun kita masih mempunyai ingat-an. Berarti, kita harus mau mengingat dan memperdulikan mereka. Penyandang demen-sia kurang mampu mengingat, mengenali dan mencintai kita, tetapi kita bisa mencintai mereka. Ia tidak mengenal Kristus, tetapi Kristus mengenal mereka.
Memang tidak semua lansia mengalami demensia, tetapi bukan berarti mereka yang tidak mengalami ini menutup telinga dan mata mereka untuk memper-dulikan orang-orang yang tidak beruntung ini. Selain memperdulikan para penyandang demensia, para lansia juga diajak untuk semakin bersyukur atas kondisi apa pun yang saat ini mereka alami. Ada banyak orang-orang di luar sana yang ternyata tidak seberuntung mereka.
Andar Ismail, Selamat Bercinta, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 134-139.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar