Sampai saat ini belum
dapat dipastikan berapa jumlah kelompok atau sekte/faksi di dalam Yahudi itu
sendiri. Sekalipun di dalam Talmud Yahudi tercatat sebelum Israel mengalami
pembuangan, jumlah mereka telah menjadi 24 faksi. Namun tidak diragukan bahwa
pada abad 70 M, mereka telah terbagi menjadi banyak faksi/kelompok. Oleh karena
itu, banyak ahli terkemudian yang menentang konsep “Generalisasi Yahudi”
terutama pada masa Bait Kedua. Pembagian menjadi empat kelompok yakni Farisi,
Saduki, Esenis, dan Kaum Revolusioner pun tidak dapat menggambarkan kepelbagaian
faksi dalam Keyahudian itu sendiri.
Selama masa pelayanan
Yesus, Ia melewati banyak pengalaman dengan kelompok-kelompok ini. Dan hal itu
dapat dilihat terutama dalam kitab-kitab Injil. Namun, tidak dapat dipungkiri
kelompok yang paling banyak Yesus temui ialah Farisi. Sekte Farisi sekalipun
berjumlah tidak terlalu dominan, namun ia adalah kelompok yang paling banyak
memberi pengaruh. Mereka sering disamakan dengan para ahli taurat, meskipun
sebenarnya kesimpulan seperti ini kurang tepat. Teguran keras yang mereka
terima dari Yesus terdapat pada Matius 23. Yesus mengumumkan penghukuman
berikut ini: “Celakalah kamu, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai
orang-orang munafik!” Yesus mengecam sifat dan sikap mereka yang tamak, egois,
spiritualitas yang kosong, dan lainnya.
Namun ternyata dampak
daripada kecaman Yesus ini membuat Farisi disamaartikan dengan orang munafik.
Bahkan di dalam kamus Websters Unabridged
“Farisi” berarti: berpura-pura bermoral atau berbudi luhur dan munafik.
Penyimpulan seperti ini menimbulkan banyak kritikan dari banyak ahli. Sehingga
muncul anggapan bahwa Yesus atau para penulis dari gereja mula-mula memberikan
gambaran yang salah tentang orang Farisi, karena hal tersebut tidak sesuai
dengan yang sebenarnya. Permasalahan seperti ini muncul karena kecaman yang
diberikan Yesus kepada orang Farisi pada masa Ia hidup, tidak relevan dengan
kehidupan Yahudi saat ini.
Penting untuk diketahui
bahwa, dari berbagai macam faksi/sekte Yahudi, hanya kelompok Farisi yang
dominan bertahan saat kehancuran pada tahun 70 M. Sehingga Yudaisme pada abad
kedua dan ketiga pada dasarnya berasal dari kepercayaan dan praktik Farisi pada
tahun 70 M. Fitur utama mereka ialah
Sinagoge, para rabi, doa, belajar Taurat, dan kepercayaan akan hukum lisan. Kepercayaan
akan hukum lisan ini mendapat penekanan yang cukup penting, karena ada tertulis
bahwa adalah lebih bersalah untuk melawan
ajaran para ahli Taurat daripada Taurat itu sendiri. Dengan kata lain,
hukum lisan memiliki otoritas yang lebih.
Flavius Josephus –
seorang yang memiliki pengalaman hidup bersama orang Farisi – memaparkan
karakteristik mereka secara keseluruhan, yakni: (1) Mereka sangat teliti dalam
mengamati hukum, baik dalam bentuk tertulis maupun lisan; (2) Mereka menegaskan
keabadian jiwa dan kebangkitan tubuh; dan (3) Mereka memiliki pengaruh lebih
besar terhadap orang awam daripada sekte lainnya. Namun, di dalam Talmud
Babilonia dan Yerusalem ada tercatat tujuh jenis orang Farisi yang berbeda,
antara lain: (a) “Farisi Bahu” yaitu mereka yang memakai tanda perbuatan baik
mereka di bahu agar semua orang dapat melihatnya; (b) “Farisi Menunda/Menunggu”
yaitu mereka yang selalu beralasan untuk menunda perbuatan baik; (c) “Farisi
Luka” yaitu mereka yang menutup matanya agar tidak melihat perempuan dan
mengetuk pintu, yang mengakibatkan luka mereka sendiri; (d) “Farisi Membungkuk”
yaitu mereka yang selalu berjalan dengan membungkuk supaya terlihat rendah
hati; (e) “Farisi Menghitung” yaitu mereka yang selalu menghitung perbuatan
baik mereka; (f) “Farisi Takut” yaitu mereka yang selalu takut akan murka
Allah; (g) “Farisi Pencinta Tuhan” yaitu mereka yang mengikuti Abraham yang
hidup dalam iman dan kasih amal.
Hal ini secara eksplisit
memperlihatkan bahwa di dalam sumber terpercaya sudah tercatat bahwa memang ada
kelompok/faksi dalam Farisi itu sendiri yang memiliki karakteristik yang tidak
sesuai dengan yang ideal. Jadi, ketika Yesus mengecam mereka, Yesus hanya
berusaha memperlihatkan seperti apa mereka sesuai dengan yang mereka ketahui
tentang karakteristik yang ada pada faksi mereka. Di sisi lain, tetap ada
orang-orang Farisi yang saleh, dan mencintai Tuhan. Bahkan mereka pun muncul
dalam Perjanjian Baru misalnya Lukas 13:31. Berdasarkan kesimpulan ini, maka Farisi
tidak dapat disamaartikan dengan orang munafik. Yesus mengutuk orang-orang
Farisi tidak secara menyeluruh.
Faktor lain perihal
faksi-faksi di dalam Farisi itu sendiri, terdapat dua tokoh orang Farisi yang
dapat dijadikan salah satu bukti, yakni Hillel dan Shammai. Sekalipun sesama
Farisi, namun pengajaran yang mereka berikan memiliki dua arus yang berbeda.
Secara umum, Shammai mengikuti interpretasi hukum yang lebih ketat dan literal,
sementara Hillel menguraikan aplikasi tuntutannya lebih fleksibel. Selain itu
banyak pula beberapa ketetapan Taurat yang berbeda di antara keduanya, misalnya
perceraian, havurot, shema, puasa,
dan lain-lain.
Jadi, dapat disimpulkan
bahwa kecaman yang Yerus berikan mungkin diarahkan – dalam beberapa peristiwa –
hanya pada faksi-faksi dari Farisi tertentu, tidak menyeluruh. Perhatian
terhadap dinamika keberagaman Yudaisme Bait Kedua sangat penting, agar tidak
ada lagi konsep-konsep dan gagasan-gagasan yang salah arah tentang Farisi dan
Yesus juga tidak dipersalahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar