Senin, 07 Mei 2018

Book Review: JESUS AND THE PHARISEES A Jewish Perspective By William C. Varner


Sampai saat ini belum dapat dipastikan berapa jumlah kelompok atau sekte/faksi di dalam Yahudi itu sendiri. Sekalipun di dalam Talmud Yahudi tercatat sebelum Israel mengalami pembuangan, jumlah mereka telah menjadi 24 faksi. Namun tidak diragukan bahwa pada abad 70 M, mereka telah terbagi menjadi banyak faksi/kelompok. Oleh karena itu, banyak ahli terkemudian yang menentang konsep “Generalisasi Yahudi” terutama pada masa Bait Kedua. Pembagian menjadi empat kelompok yakni Farisi, Saduki, Esenis, dan Kaum Revolusioner pun tidak dapat menggambarkan kepelbagaian faksi dalam Keyahudian itu sendiri.
Selama masa pelayanan Yesus, Ia melewati banyak pengalaman dengan kelompok-kelompok ini. Dan hal itu dapat dilihat terutama dalam kitab-kitab Injil. Namun, tidak dapat dipungkiri kelompok yang paling banyak Yesus temui ialah Farisi. Sekte Farisi sekalipun berjumlah tidak terlalu dominan, namun ia adalah kelompok yang paling banyak memberi pengaruh. Mereka sering disamakan dengan para ahli taurat, meskipun sebenarnya kesimpulan seperti ini kurang tepat. Teguran keras yang mereka terima dari Yesus terdapat pada Matius 23. Yesus mengumumkan penghukuman berikut ini: “Celakalah kamu, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai orang-orang munafik!” Yesus mengecam sifat dan sikap mereka yang tamak, egois, spiritualitas yang kosong, dan lainnya.
Namun ternyata dampak daripada kecaman Yesus ini membuat Farisi disamaartikan dengan orang munafik. Bahkan di dalam kamus Websters Unabridged “Farisi” berarti: berpura-pura bermoral atau berbudi luhur dan munafik. Penyimpulan seperti ini menimbulkan banyak kritikan dari banyak ahli. Sehingga muncul anggapan bahwa Yesus atau para penulis dari gereja mula-mula memberikan gambaran yang salah tentang orang Farisi, karena hal tersebut tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Permasalahan seperti ini muncul karena kecaman yang diberikan Yesus kepada orang Farisi pada masa Ia hidup, tidak relevan dengan kehidupan Yahudi saat ini.
Penting untuk diketahui bahwa, dari berbagai macam faksi/sekte Yahudi, hanya kelompok Farisi yang dominan bertahan saat kehancuran pada tahun 70 M. Sehingga Yudaisme pada abad kedua dan ketiga pada dasarnya berasal dari kepercayaan dan praktik Farisi pada tahun 70  M. Fitur utama mereka ialah Sinagoge, para rabi, doa, belajar Taurat, dan kepercayaan akan hukum lisan. Kepercayaan akan hukum lisan ini mendapat penekanan yang cukup penting, karena ada tertulis bahwa adalah lebih bersalah untuk melawan ajaran para ahli Taurat daripada Taurat itu sendiri. Dengan kata lain, hukum lisan memiliki otoritas yang lebih.
Flavius Josephus – seorang yang memiliki pengalaman hidup bersama orang Farisi – memaparkan karakteristik mereka secara keseluruhan, yakni: (1) Mereka sangat teliti dalam mengamati hukum, baik dalam bentuk tertulis maupun lisan; (2) Mereka menegaskan keabadian jiwa dan kebangkitan tubuh; dan (3) Mereka memiliki pengaruh lebih besar terhadap orang awam daripada sekte lainnya. Namun, di dalam Talmud Babilonia dan Yerusalem ada tercatat tujuh jenis orang Farisi yang berbeda, antara lain: (a) “Farisi Bahu” yaitu mereka yang memakai tanda perbuatan baik mereka di bahu agar semua orang dapat melihatnya; (b) “Farisi Menunda/Menunggu” yaitu mereka yang selalu beralasan untuk menunda perbuatan baik; (c) “Farisi Luka” yaitu mereka yang menutup matanya agar tidak melihat perempuan dan mengetuk pintu, yang mengakibatkan luka mereka sendiri; (d) “Farisi Membungkuk” yaitu mereka yang selalu berjalan dengan membungkuk supaya terlihat rendah hati; (e) “Farisi Menghitung” yaitu mereka yang selalu menghitung perbuatan baik mereka; (f) “Farisi Takut” yaitu mereka yang selalu takut akan murka Allah; (g) “Farisi Pencinta Tuhan” yaitu mereka yang mengikuti Abraham yang hidup dalam iman dan kasih amal.
Hal ini secara eksplisit memperlihatkan bahwa di dalam sumber terpercaya sudah tercatat bahwa memang ada kelompok/faksi dalam Farisi itu sendiri yang memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan yang ideal. Jadi, ketika Yesus mengecam mereka, Yesus hanya berusaha memperlihatkan seperti apa mereka sesuai dengan yang mereka ketahui tentang karakteristik yang ada pada faksi mereka. Di sisi lain, tetap ada orang-orang Farisi yang saleh, dan mencintai Tuhan. Bahkan mereka pun muncul dalam Perjanjian Baru misalnya Lukas 13:31. Berdasarkan kesimpulan ini, maka Farisi tidak dapat disamaartikan dengan orang munafik. Yesus mengutuk orang-orang Farisi tidak secara menyeluruh.
Faktor lain perihal faksi-faksi di dalam Farisi itu sendiri, terdapat dua tokoh orang Farisi yang dapat dijadikan salah satu bukti, yakni Hillel dan Shammai. Sekalipun sesama Farisi, namun pengajaran yang mereka berikan memiliki dua arus yang berbeda. Secara umum, Shammai mengikuti interpretasi hukum yang lebih ketat dan literal, sementara Hillel menguraikan aplikasi tuntutannya lebih fleksibel. Selain itu banyak pula beberapa ketetapan Taurat yang berbeda di antara keduanya, misalnya perceraian, havurot, shema, puasa, dan lain-lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kecaman yang Yerus berikan mungkin diarahkan – dalam beberapa peristiwa – hanya pada faksi-faksi dari Farisi tertentu, tidak menyeluruh. Perhatian terhadap dinamika keberagaman Yudaisme Bait Kedua sangat penting, agar tidak ada lagi konsep-konsep dan gagasan-gagasan yang salah arah tentang Farisi dan Yesus juga tidak dipersalahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar